JAM-Pidum Kejaksaan Agung Setujui 5 Penghentian Penuntutan Restoratif Justice

Penulis :

Jurnalutama.com (Jakarta) – Jaksa Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 5 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (restorative justice), terhadap Tersangka Lambok Parulin Simamora dari Kejaksaan Negeri Labuhanbatu yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak atau Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Kamis (06/03/23).

Adapun Lima Penghentian Penuntutan Restoratif Justice tersebut diantara, terhadap tersangka I Nyak Azis Baeha alias Ama Dandi, tersangka II Risman Saleh Zai alias Ama Ikhwan, Tersangka III Sudirman alias Ama Febi, Tersangka IV Romi Septyawan Larosa alias Ama Jea, dan Tersangka V Hilarius Yusman Nduru alias Ama Agra dari Kejaksaan Negeri Gunungsitoli yang disangka melanggar Pasal 351 KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penganiayaan.

Sementara itu, terhadap Tersangka Mawardin Zai alias Ama Iren dari Kejaksaan Negeri Gunungsitoli yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) KUHP tentang Pengancaman.

Lalu, Tersangka Sandi Feri alias Sandi bin Kamsir dari Kejaksaan Negeri Bangka Barat yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Kemudian, terhadap Tersangka Abdul Rahman Rumakur dari Kejaksaan Negeri Seram Bagian Timur yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Sedangkan alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain, Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.

Tersangka belum pernah dihukum, baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, serta Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun.

Kemudian, Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya, Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.

Tidak hanya itu, Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar, Pertimbangan sosiologis, dan Masyarakat merespon positif.

” JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum, ” jelas Kapuspenkum Kejaksaan Agung Dr. Ketut Sumedana dalam siaran pers-nya hari ini yang diterima media ini Kamis (06/04/23).

(Redaksi)

Komentar